RENCANA TATA BANGUNAN LINGKUNGAN KAWASAN WISATA ALAM HUTAN PANGO-PANGO KECAMATAN MAKALE SELATAN KABUPATEN TANA TORAJA
Keywords:
Kata Kunci: Wisata Alam, Kawasan HutanAbstract
ABSTRAK
Kawasan Hutan Pango-Pango merupakan kawasan berbukit di Kabupaten Tana Toraja
Provinsi Sulawesi Selatan. Saat ini kawasan Hutan Pango-Pango dimanfaatkan sebagai kawasan wisata untuk menikmati alam dan pemandangannya. Selain itu kawasan yang dipenuhi dengan hutan pinus ini juga dikembangkan oleh warga sekitar sebagai area perkebunan, baik holtikultura, buah dan sayur, kopi, dan enau. Namun sayangnya, kondisi jalan dan fasilitas di kawasan ini belum memadai mengingat jalan di kawasan ini baru dibuka. Untuk itu, perkembangan fungsi lahan di kawasan ini harus diikuti perkembangan kondisi fasilitas umum, sosial, maupun infrastrukturnya, terlebih kawasan wisata Hutan Pango-Pango mulai ramai didatangi oleh masyarakat.
Bangunan yang ada di kawasan Hutan Pango-Pango juga masih sangat minim, dan didominasi oleh bangunan semi permanen milik warga yang digunakan untuk berjualan. Untuk perkembangan ke depannya, kawasan ini perlu diatur sehingga munculnya bangunan-bangunan baru pendukung pariwisata tidak mengganggu kondisi alam eksisting dan mengganggu view yang menjadi daya tarik utama kawasan wisata ini. Kegiatan RTBL ini selain mengatur kawasan wisata juga mengatur area-area yang dapat difungsikan warga sebagai area komersial. Area komersial ini merupakan area tempat warga menjual hasil-hasil perkebunan daerah ini.
Kata Kunci: Wisata Alam, Kawasan Hutan
ABSTRACT
Pango-Pango Forest Area is a hilly area in Tana Toraja Regency, South Sulawesi Province. Currently, the Pango-Pango Forest area is used as a tourist area to enjoy nature and scenery. In addition, the area filled with pine forests is also developed by the surrounding residents as a plantation area, both horticulture, fruit and vegetables, coffee, and enau. But unfortunately, the condition of roads and facilities in this area is not adequate considering the roads in this area have just opened. Therefore, the development of land function in this area must be followed by the development of the condition of public facilities, social, and infrastructure, especially the Pango-Pango Forest tourist area began to be crowded by the public.
The existing buildings in the Pango-Pango Forest area are also still very minimal, and are dominated by semi-permanent buildings owned by residents that are used for sales. For future development, this area needs to be regulated so that the emergence of new buildings supporting tourism does not interfere with the existing natural conditions and disrupt the view that is the main attraction of this tourist area. This RTBL activity in addition to organizing tourist areas also organizes areas that can be used by residents as commercial areas. This commercial area is an area where residents sell the produce of this area's plantations.
References
Frans AJ, Tandobala L, Waani JO. 2016. Persepsi Pejalan Kaki Terhadap Keamanan dan
Kenyamanan Jalur Trotoar di Pusat Kota Amurang. Daseng: Jurnal Arsitektur, Vol. 5, No. 2, hal. 10-23.
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI), Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Departemen Perhubungan Direktorat Jendral Perhubungan Darat. 1997. Perekayasaan Fasilitas Pejalan Kaki di Wilayah Kota, Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Darat, Jakarta.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan, Jakarta, 2007, Perekayasaan Fasilitas Pejalan Kaki di Wilayah Kota.