Upaya Masyarakat dalam Menghadapi Kebisingan pada Permukiman Tepi Rel Kereta Api (Studi Kasus : Permukiman Tepi Rel Kereta Api, Stasiun Cikarang - Stasiun Bekasi)
DOI:
https://doi.org/10.37366/jts.v5i1.5059Keywords:
Migrasi, Kawasan Kumuh, Permukiman Tepi Rel, KebisinganAbstract
Seiring berjalannya waktu, permukiman tepi rel di Bekasi semakin bertambah, peningkatan jumlah permukiman tersebut disebabkan oleh pertumbuhan penduduk tanpa diimbangi oleh perkembangan lahan yang menjadikan penduduk mendirikan rumah di pinggiran jalur rel kereta api dengan kondisi hanya berjarak kurang dari 5 meter. Sedangkan batas lebar tanah meliputi jalur kereta api, stasiun dan fasilitas operasi kereta api ditarik garis luar maka total batas tepi ialah 15 meter dari tempat rel kereta api yang merupakan kawasan steril dan menjadi milik PT Kereta Api Indonesia. Jalur lalu lintas kereta memiliki tingkat kebisingan mencapai 100 dBA. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui upaya masyarakat permukiman tepi rel menghadapi dampak kebisingan dari kereta api. Analisis menggunakan data literatur, dengan sampel yang bervariasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hunian permanen dengan dinding bata (sejenisnya) dan terdapat penghijauan rindang di bagian halaman depan memiliki tingkat kebisingan yang lebih rendah dibandingkan dengan hunian yang semi ataupun tidak permanen dan tanpa penghijauan.